Sabtu, 23 Oktober 2010

Catatan Perjalanan ke Enam Negara Bagian Amerika Serikat (10)

Program saya bukanlah perjalanan jurnalistik, sehingga Charlie Kellet, Program Officer, East Asia Branch U.S Departmen nof State sejak awal sudah melarang saya untuk menulis agar saya punya waktu yang cukup untuk istirahat. Program saya adalah visitor leadeship, yang hanya mengikutkan maksimal tiga orang dalam satu negara setiap tahun. Program itu sudah dirancang AS sejak tahun 1940 lalu. Kini ribuan alumninya tersebar di banyak negara. Sayapun didaftar sebagai salah satu alumni international visitor leadership yang diharapkan tetap membangun jaringan komunikasi, baik dengan sesama alumni, maupun dengan pemerintah dan kolega di AS. Untuk memudahkan jaringan komunikasi, sudah tersedia situsnya, sehingga bisa chating, saling mengirim e-mail dan lai-lain. Selain dikontrol sangat ketat, untuk menjaga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, saya memperoleh asuransai dengan klaim maksimum 100 ribu dollar AS atau sekitar Rp930 juta. ‘’Anda tidak perlu khawatir, kami sudah protek Anda dengan asuransi,’’ kata Ms Jeana Lim saat memulai program di Washington DC. Kartu asuransi yang dikeluarkan oleh Seven Corners dan U.S Department of State masih saya simpan sampai sekarang. Syukurlah tidak terjadi apa-apa hingga saya kembali ke Indonesia. Pada 18 Agustus 2007, pagi-pagi saya sudah siap kembali ke Indonesia. Saya menumpangi Northwest Airlines. Pada saat terbang dari San Fransisco-Narita, kami sempat mendarat darurat di Alaska. Dua jam pesawat diperbaiki, sebelum akhirnya terbang lagi.

Catatan Perjalanan ke Enam Negara Bagian Amerika Serikat (9)

Saya sempat bertanya banyak hal, termasuk upaya AS membangun komunikasi dengan negara-negara Islam soal sikap mereka dan imej negara-negara Islam terhadap sikap mereka. Dia mengakui itu memang tidak mudah, sebab di kalangan negara-negara Islam sendiri pun, masih beda soal ini. Saya katakan ada persepsi umum di Indonesia bahwa Amerika anti Islam, tetapi Glick menjawab bahwa sulit dibedakan kalau tindakan mereka itu adalah untuk memberantas teroris dan bukan memusuhi muslim. ''Ada ekstremis dan teroris yang kami berantas, bukan memusuhi Islam,'' katanya lagi. Saya menjelaskan, umat muslim di Indonesia juga tidak terlalu sepaham dengan serangan-serangan orang yang kemudian disebut teroris ini. Sebab terlalu banyak yang dirugikan, termasuk masyarakat Indonesia sendiri. Saya yakinkan Glick bahwa masyarakat muslim Indonesia bukanlah teroris dan tidak suka dengan tindakan teroris. Dia sangat bisa memahami hal ini dan diakuinya Indonesia harus terus membangun imej di dunia internasional. Glick sangat memahami kesulitan pemerintah Indonesia dalam membangun negeri yang besar tersebut. ‘’Tetapi saya memberikan apresiasi terhadap kemajuan yang telah dicapai Indonesia,'' tambahnya. **** Kembali ke agenda di California, pada pukul 14.30 saya kemudian bertemu dengan Mr Dan Gilmor, Founded and Director Center for Citizen Media di kantornya IIE, West Coast Center. Kami hanya jalan kaki dari hotel, karena mobil rental sudah dikembalikan. Acara terakhir yang agak jauh memang tinggal di San Fransisco State Univeristy untuk bertemu dengan Profesor Jon Funabiki. Pemandu saya berpikir, cukup pakai taksi untuk menuju San Fransisco University Holloway Avenue. Jadi untuk mengirit biaya, mobil rental dikembalikan setelah acara dengan Phillips. Banyak hal yang kami bicarakan dalam pertemuan sampai pukul 16.00 itu. Gillmor sedang mengembangkan citizen journalism. Ini adalah model baru untuk memperoleh informasi secara mudah, murah dan dengan jaringan yang luas. Sebab siapapun, bisa menjadi wartawan dalam konsep ini.

Catatan Perjalanan ke Enam Negara Bagian Amerika Serikat (8)


Surat tersebut ditandatangani oleh Karen Nossiter, program officer IIE. Selain bahan-bahan panduan, saya juga menerima jadwal kegiatan yang harus saya laksanakan sampai saya meninggalkan Indonesia dari negara bagian di pantai barat AS ini. Pada Kamis pagi pukul 09.30, saya sudah harus bertemu dengan Prof Peter Phillips, Director Project Cencored, Sonoma State University. Kami butuh waktu sekitar satu setengah jam perjalanan dengan mobil yang sudah disewakan di Leave Avis, untuk menuju Rohnert Park, tempat Univeritas Sonoma berada. Karena pemandu saya tidak terbiasa di San Fransisco, sementara penyelenggara di negara bagian ini hanya melampirkan semacam directions to appointments (lengkap dengan maps), ada gambar yang tidak pas ketika kami harus mengikuti Broadway Street. Tetapi berkat pengalaman, Pak Irawan mampu mengatasi hal itu, kendati sempat stress. Saya bahkan sempat menjadi pembaca peta alias navigator, agar bisa sampai ke tempat tujuan tepat waktu. Cuma memang kecemasannya itu, tidak ditampakkan Pak Irawan. Dalam perjalanan menuju Universitas Sonoma ini, saya agak sedikit kaget ketika tiba-tiba di pagi yang masih diselimuti kabut itu (walau sudah pukul 09.10), samar-samar terlihat Golden Gate Bridge. Spontan saya berteriak, ‘’wah itu jembatannya. Sekali jalan bisa lihat jembatan golden gate nih, tanpa harus balik lagi,’’ kata saya kepada Pak Irawan yang hanya tersenyum.

Catatan Perjalanan ke Enam Negara Bagian Amerika Serikat (7)

Gaya arsitekturnya masih mempertahankan model rumah asli suku Indian. Tetapi setelah masuk, ternyata ditata secara modern, ber AC, dan peralatan serba luks. Di lokasi ini juga tersedia sebuah restoran yang menyediakan aneka menu masakan Meksiko, dan kami kemudian ikut makan siang di tempat itu. Usai makan siang, perjalanan tur kami lanjutkan ke Santa Clara, sebuah tempat sekitar dua jam perjalanan dari kota Albuquerque. 
 
Kami bahkan melewati kota Santa Fe, yang merupakan ibukota New Mexico. Saya diajak untuk menyaksikan acara tahunan suku Indian Peblo yang sedang merayakan hari Santa Clara yang jatuh pada setiap 12 Agustus. Saya merasa sungguh beruntung karena dalam perjalanan ini, dapat menyaksikan aneka keragaman budaya, yang selama ini hanya saya saksikan dalam tayangan televise saja. Sayang, acara sakral yang dimulai sejak pagi itu, tidak boleh diambil gambarnya baik dengan kamera foto maupun video. Jadi kami, dan ribuan wisatawan yang hadir di tempat itu hanya bisa menyaksikan tanpa bisa mengabadikannya. Hari di atas Santa Clara mendung. Sekitar satu jam saya menyaksikan acara itu, hujan tiba-tiba mengguyur. Wisatawan pun berhamburan, termasuk saya. Kami kemudian memutuskan kembali. Dalam perjalanan pulang, Carmen menawarkan kepada kami untuk mampir di kota tua Santa Fe, yang merupakan ibukota negara bagian New Mexico. ‘’Tidak lengkap kalau kita tidak mampir,’’ katanya berpromosi. Banyak hal yang dapat saya saksikan di kota ini. Termasuk salah satunya adalah hotel tertua yang berdiri sejak 1610. Hotel ini masih mempertahankan keaslian luarnya, tetapi di bagian dalam sudah diubah dan ditata secara modern. Hotel yang bernama La Fonda itu, ternyata selain untuk menginap, juga sudah menjadi salah satu obyek wisata. Jadi jangan heran, banyak wisatawan berseliweran di dalam hotel yang cukup luas tersebut. Dari luar terlihat seperti tanah liat yang tidak berbentuk, dan merupakan bentuk aslinya. Rata-rata bangunan di New Mexico, memang seperti itu, karena menggambarkan keaslian suku Indian yang ternyata mendominasi jumlah penduduk di New Mexico. Foto-foto La Fonda lama, masih tersimpan rapid an dipajang di dinding. Puas menyaksikan banyak peninggalan sejarah di Santa Fe, kami kemudian kembali ke kota Albuquerque. Pada 13 Agustus 2007, hari yang melelahkan dalam kunjungan di kota ini dimulai. Hampir tak ada waktu untuk sekadar melepas lelah, karena oadatnya kegiatan yang sudah terjadwal. Mulai pukul 10.00, saya meeting dengan pengelola radio di Citadel Radio. Perusahaan mengelola enam stasiun radio yang menggunakan satu building (bangunan kantor). Setelah meninjau kegiatan dan aktifitas studio radio bersama Mr Mike Langner, kami kemudian melanjutkan perjalanan ke Universitas New Mexico untuk bertemu dengan Richard Schaefer, Communication and Journalism Dept.

Catatan Perjalanan ke Enam Negara Bagian Amerika Serikat (6)

Dia adalah pria sederhana yang masih muda dan ternyata seorang mualaf. Namanya Jon Goodell. Pria kelahiran Missouri ini masuk Islam tahun 2002 lalu. Usai bertemu dengan saya pada siangnya, Jon mengundang saya untuk dinner di kediamannya. Saya dengan senang menerima tawaran itu, tetapi sayang keingian saya untuk bertemu dengan keluarganya gagal. Pasalnya, Jon meminta maaf tidak bisa menjamu di rumah, karena anaknya masih kecil sudah tidur. Saya kemudian di ajak ke restoran China yang berada dipinggiran kota Little Rock. Kami mengobrol banyak hal, termasuk mengenai alasannya mengapa memilih Islam menjadi agamanya. Pria yang lahir dari keluarga Kristen di Kota Missiori ini mengaku, sejak lahir tidak mengikuti agama manapun, termasuk kegiatan ibadah kedua orang tua. Setelah menikah dan mempunyai anak pertama, hatinya mulai gelisah dan kemudian memilih Islam. Ketika saya bertanya mengapa memilih Islam, dia terdiam sejenak lalu menjawab, “Tidak ada alasan. Ya, saya pilih saja dan saya merasakan hati saya menjadi tentram.” Saya menyatakan, dalam Islam itu ada istilah hidayah. Anda beruntung, sebab telah memperoleh hidayah dari Allah SWT dan menjadi manusia pilihan. Saya katakan, banyak juga umat muslim yang terus bergelimang dosa sampai akhir hayatnya, tanpa memperoleh hidayah dari Allah SWT, sehingga tidak bersempat bertaubat. Saya ucapkan selamat. Kami juga berdiskusi banyak hal, termasuk soal daerah saya dan Indonesia, serta kehidupan Muslim di Indonesia. Dia menanyakan banyak hal dan saya menejalaskan semampunya. Keadanya saya memberikan sebuah souvenir kecil berupa selendang tenun dari desa kelahiran istri saya, Runggu Kecamatan Belo. Dia senang sekali dan memakainya sampai kerumah. “Istri saya pasti senang sekali,” katanya sambil mengucapkan terimakasih dan pamit setelah mengantar saya ke hotel tempat saya menginap. Selain tur, di Little Rock saya sempat ke kediaman Gubernur Negara Bagian Arkansas, Mr Mike Beebe, bertemu dengan Pemred Arkansas Times dan juga berjalan-jalan ke pasar tradisional. Sebelum meninggalkan Little Rock, saya menerima piagam dari pemerintah Negara Bagian Arkansas yang ditandatangani oleh Gubernur Mr Mike Beebe. Piagam itu diserahkan oleh Dr Walter Nunn yang didampingi oleh Tommy Priakos di Hotel Double Tree. Dr Nunn mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang besar karena telah mengunjungi negaranya. Dia menyampaikan salam hormat gubernur yang tidak sempat bertemu. Tetapi dengan diberikan piagam tersebut, kata Dr Nunn, maka saya telah dijadikan duta wisata Negara Arkansas untuk Indonesia. “Jadi Ada punya kewajiban untuk menjawab dan menjelaskan kepada siapa pun di Indonesia tentang Arkansas,” katanya dalam sambutan singkat saat penyerahan piagam. Saya juga mengucapkan banyak terimakasih dan akan berusaha mengemban amanah Negara Bagian Arkansas sesuai dengan kemampuan saya.

Catatan Perjalanan ke Enam Negara Bagian Amerika Serikat (5)

Ada yang menarik yang saya amati di kota ini. Selain sebuah avenue (jalan) yang dinamakan dengan Elvis Presley, juga kota ini menjadi miliknya Elvis. Nyaris tak ada sesuatu yang tidak terkait dengna Elvis. Souvenir, restoran, kendaraan umum, dan banyak lagi. 
Hampir semuanya dipasangi dengan gambar Elvis. Di museum Elvis, ternyata dikelola dengan baik. Ada yang menjual souvenir, ada radio Elvis, ada restoran, ada tempat berfoto, dan ada kunjungan ke rumah pribadi Elvis. Sepanjang kita memasuki area yang luasnya puluhan hektar tersebut, hanya terdengar lagu-lagu legendaris itu. Video Elvis pun dipanjang dimana-mana. Nyaris tak ada langkah yang tidak bertemu dengan gambar, foto, maupun identitas lain yang berhubungan dengan Elvis. Luar biasa. Elvis bukan hanya bermanfaat dan menjadi idola bagi banyak orang ketika masih hidup, ternyata setelah tiada pun, tetap menjadi idola dan bisa menghidupi banyak orang. Untuk lahan parkir saja, luasnya lebih sehektare. Coba bayangkan berapa banyak pemasukan jika setiap pengunjung harus membayar lima Dolar USA. Setelah puas mengamati dan mengabadikan kenangan di Kota Memphis, saya kemudian kembali ke Little Rock, sebab besok pagi sudah ditunggu oleh banyak kegiatan. Saya tentu saja harus menjaga stamina, karena kegiatan terjadwal yang harus daya ikuti cukup menyita tenaga dan pikiran. Saya saat ini tentu saja bukan hanya duta Bima, atau NTB, tetapi juga duta Indonesia. Banyak hal yang ditanyakan orang kepada saya selama kunjungan mengenai daerah saya, dan juga negeri kelahiran saya, Indonesia. Hari pertama program kunjungan di Little Rock, saya didampingi Tommy Priakos, dari Arkansas International Center University of Arkansas. Jam 09.00 kami meluncur ke stasiun televisi Fox 16, yang merupakan afiliasi dari Fox. Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit ke arah barat menuju 10800 Colonel Glenn Road,kami diterima Mr Shane Deitert, News Managing Editor, Fox 16.

Jumat, 22 Oktober 2010

Catatan Perjalanan ke Enam Negara Bagian Amerika Serikat (4)

Saya katakan ada persepsi umum di Indonesia bahwa Amerika anti Islam, tetapi Glick menjawab bahwa sulit dibedakan kalau tindakan mereka itu adalah untuk memberantas teroris dan bukan memusuhi muslim. ''Ada ekstremis dan teroris yang kami berantas, bukan memusuhi Islam,'' katanya lagi. Saya menjelaskan, umat muslim di Indonesia juga tidak terlalu sepaham dengan serangan-serangan orang yang kemudian disebut teroris ini. Sebab terlalu banyak yang dirugikan, termasuk masyarakat Indonesia sendiri. Saya yakinkan Glick bahwa masyarakat muslim Indonesia bukanlah teroris dan tidak suka dengan tindakan teroris. Dia sangat bisa memahami hal ini dan diakuinya Indonesia harus terus membangun imej di dunia internasional. Glick sangat memahami kesulitan pemerintah Indonesia dalam membangun negeri yang besar tersebut. ''Tetapi saya memberikan apresiasi terhadap kemajuan yang telah dicapai Indonesia,'' tambahnya. Pukul 15.00, saya ditunggu Ms Gabrielle Price, Program Officer, East Asian and Pacific di Foreign Press Center. Wanita kulit hitam ini selain memaparkan banyak hal berkaitan dengan tugasnya di tempat itu, juga mengajak saya untuk meninjau press room, tempat yang kadang-kadang menyeiarkan langsung berbagai statemen dan siaran pers dari pemerintah AS, termasuk presiden AS. Pada 2 Agustus 2007, saya bertemu dengan Ms Safiya Ghori, Government Realtions Director, Muslim Public Affairs Council (MPAC). Dia banyak bercerita soal tantangannya memperjuankan hak-hak warga muslim di AS, yang menurut dia masih banyak dijumpai. Bahkan dia mengaku semakin banyak terjadi setelah kasus 11 September. Sebelum berjumpa dengan Redaktur Luar Negeri The Washington Times, Mr David Jones pada pukul 15.15, saya harus mengelilingi gedung Capitol Hill. Gedung tua kebanggaan masyarakat AS itu menjadi gedung senat dan gedung parlemen. Di gedung yang berkubah seperti masjid itu, saya sempat menyaksikan bagaimana para senator bersidang dalam ruangan yang sangat tertutupdan dijag sangat ketat. Tidak orang boleh berbisik, apalagi berbicara ketika para parlemen di negara adikuasa itu menggelar siding. Di kantor redaksi The Washington Times, Koran nomor dua setelah Washington Post di Washington, saya berbincang hangat dengan Jones. Saya banyak menanyakan soal kebijakan redaksional luar negeri korannya, termasuk soal Irak dan muslim dan sikap medianya menghadapi pemilu AS pada 2008 mendatang. Saya juga mengunjungi Voice of America (VOA) selain bertemu dengan bos VOA, juga bertemu dengan unit siaran Indonesia. Saya senang karena sempat berbincang hangat dengan puluhan kru siaran Indonesia baik radio maupun televisi di studionya. Helmy Johannes adalah sosok yang dikenal menjadi penyiar dan reporter RCTI, kini menjadi produser program siaran Indonesia VOA.

Catatan Perjalanan ke Enam Negara Bagian Amerika Serikat (3)


Kami sempat ke negara bagian Virginia, Maryland dan sempat keliling Washington DC. Ternyata hotel Jurys tempat saya menginap dekat dengan KBRI, Gedung Putih, Pentagon, dan banyak lagi kantor pemerintahan AS. Karena memang pusat pemerintahan George W Bush ada di Washington DC (District of Columbia). Penduduk Washington, ternyata tidak banyak, tidak lebih dari satu juta orang. Pada hari libur, jalan agak lengang, kecuali diisi wisatawan yang berjalan kaki mengelilingi kota kecil dari segi luas, tetapi besar perannya ini. Kita tentu saja mahfum kalau dari kota ini, dunia bisa diremote untuk bisa damai atau sebaliknya. Tidak ada kesibukan apalagi kemacetan lalulintas seperti di Jakarta misalnya. Kendaraan yang lalulalangpun tidak banyak. Karena sekarang musim panas dan waktu libur bagi sekolah-sekolah di AS, Washington juga banyak dikunjungi wisatawan. Harinya pun panjang. Pukul 20.30 malam, hari masih terang. Bandingkan dengan di Bima yang sudah gelap pukul 19.30. Senin, 30 Juli 2007, seperti jadwal yang terima di Jakarta, program dimulai. Jam 10.00 sampai 11.30, saya bertemu dengan manajer program Ms Jeana Lim dan Mr Charlie Kellet, program officer, East Asia Branch. Kami berbincang akrab, termasuk penjelasan mengapa saya terpilih dalam program ini. Kata Kellet, program ini dimulai sejak 1940 dan sudah ribuan alumni yang tersebar di seluruh dunia. Dari seluruh peserta, 200 menjadi kepala negara dan kepala pemerintahan seperti H Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarnoputri dari Indonesia, Tony Blair dari Inggris dan banyak lagi. ''Tapi kami tidak akan menekan Anda untuk menjadi presiden di Indonesia,’’ katanya. ‘’Mengapa Anda yang dipilih? Duta Besar kami yang di Jakarta tentu saja punya pertimbangan yang cermat karena Anda punya potensi dan konsisten dan punya dedikasi dalam menjalankan profesi,’’ tambahnya. Saya berseloroh, mudah-mudahan AS tidak salah memilih saya, dengan cepat dijawabnya. ‘’Tidak, ini bukan serta merta tetapi melalui pertimbangan matang dan butuh waktu yang lama,’’ tambahnya lagi. Dia menjelaskan, dalam program ini banyak sekali orang yang punya minat dan tertarik untuk berbicara dengan saya. Ada banyak alasan, selain karena mereka memang punya ketertarikan dengan Indonesia, juga ingin mengetahui budaya Indonesia dan juga sebaliknya. Ada banyak masyarakat AS yang secara sukarela ingin agar masyarakat negara lain seperti saya mengenal dan memahami AS secara lebih baik. Dalam program saya, menurut Ms Jeana Lim program manager Mississippi Consortium International Development (MCID), selain berada di Washington DC untuk mengetahui kebijakan AS secara nasional dari seluruh aspek, juga akan mengunjungi empat negara bagian lain yaitu Arkansas, Detroit (Michigan), New Meksiko, dan San Fransisco di California. Sejumlah satsiun televisi dan media cetak, termasuk VOA sudah menunggu kedatangan saya. Semua kegiatan sudah terjadwal rapi, termasuk hotel tempat menginap. Usai bertemu dengan Jeana dan Kellet, saya ke Meridian International Center.

Catatan Perjalanan ke Enam Negara Bagian Amerika Serikat (2)

Jika info awal yang saya terima di Jakarta akan ada bus yang menjemput, ternyata tidak ada. Saya harus mencari sendiri di bandara yang sangat luas itu dengan berjalan kaki. Dalam kondisi demikian, andalan satu-satunya adalah bertanya dan bertanya pada setiap loket informasi yang tersedia dan sangat banyak di bandara international ini. Ada satu yang baru yang saya dapatkan dalam pengelolaan informasi di negerinya Lie Kwan Yeuw ini. untuk membantu memudahkan pencarian, petugas tidak hanya mengandalkan bahasa lisan yang disadari memang mudah dilupakan, tetapi juga mereka menyediakan bagan bandara yang dicetak berwarna. Di mana posisi kita saat bertanya dan di mana lokasi dan arah yang dituju, dengan mudah ditunjuknya. Kertas cetakan itu dengan cekatan diberikan kepda si penanya. Jadi kita sangat mudah mencari sesuatu, seperti hotel transit Ambassador yang saya pakai untuk transit di Changi. Namun karena bandaranya yang sangat luas,saya harus menghabiskan waktu lebih dari setengah jam untuk bisa sampai ke hotel. Padahal selain berada di dalam bandara, juga kita tidak sungguh-sungguh berjalan kaki, tetapi ada eskalator yang turut mempercepat langkah kita. Saya menginap di sebuah hotel bernama Ambassador Transit t-1 kamar 22. Hotel ini telah dibooking oleh perusahaan penerbangan Northwest Airlines yang akan membawa saya ke AS. Sesuai jadwal, saya hanya boleh tidur sampai jam 02.00 dini hari, sebelum ke terminal keberangkatan untuk check in pada loket pesawat Northwest Airlines yang akan membawa saya ke Narita Jepang dan San Frasisco pada pukul 06.00 pagi. Untuk penerbangan internasional, butuh waktu paling sedikit tiga jam sebelum pesaat take off. Jumat pagi saya menggunakan pesawat dengan nomor penerbangan NW 6 jenis airbus A330-200 yang membawa saya ke Narita Jepang dengan waktu jelajah tujuh jam 25 menit. Saya tiba di Narita sekitar pukul 13.00.

Catatan Perjalanan ke Enam Negara Bagian Amerika Serikat (1)

MENGHADIRI undangan resmi pemerintah Amerika Serikat (AS) dalam program International Visitor Leadership, merupakan sebuah pengalaman baru. Berikut catatan catatan perjalanan saya yang mengunjungi enam Negara bagian Amerika Serikat (AS).
PENGALAMAN ke AS sangat mendebarkan bagi saya. Betapa tidak, selain baru pertama keluar negeri, apalagi ke AS, juga hanya sorangan wae (pinjam istilah H Fithrah Malik) atawa sendiri saja. Sebab pemerintah AS hanya mengundang saya sendiri dari Indonesia untuk mengikuti program ini. Sehari sebelum terbang ke Singapura, saya diterima oleh Robyn Remeika, Asisten Atase Kebudayaan AS di Kedubes jalan Merdeka Selatan no 5. Selain Ms Robyn, saya juga diterima oleh staf lokal Kedubes yaitu Shita Nur Ika Dewi, Irmina Reniarti, dan Gini Adityawati. Saya memperoleh banyak petunjuk selama pertemuan predeparture briefing yang berlangsung sekitar tiga jam itu. Selain penjelasan program, saya juga menerima tiket internasional dan uang saku untuk mengatasi yang mungkin dibutuhkan selama penerbangan dari Indonesia ke AS. Rabu siang, 24 Juli 20007, saat keberangkatan, sekitar pk 12.00 saya meninggalkan hotel Sofyan Betawi tempat saya menginap dua hari untuk keperluan predeparture briefing di Kedubes AS di Jakarta. Seperti saat mengurus visa di Surabaya, biaya kali ini pun mulai dari transportasi, akomodasi dan segala biaya lain telah ditanggung oleh pemerintah AS.